Secara tak terduga, bus itu tiba.
Beberapa saat yang lalu, aku melihatnya masih berada jauh di ujung jalan tempat dimana aku menunggu.
Saat aku berkedip, bus itu sudah ada di depan mataku, dan pintunya sudah terbuka untukku.
Aku terkejut.
Ini bus yang aku tunggu.
Tapi kenapa tiba secepat ini?
Aku belum sempat mengangkat tas yang akan kubawa.
Bahkan yang menemaniku menunggu pun belum sempat berkata-kata.
Kondektur sudah menungguku untuk segera masuk ke dalam bus.
Sang sopir juga sudah membunyikan klaksonnya.
Mau tak mau aku harus segera mengambil langkah.
Semoga aku tidak salah langkah.
This is my page. My space. I share what's in my head. Sometime it's inspiring thing. Sometime it's just vent of my mind. What's in this page is just a little piece(s) of my life. You can judge what I write. But not my life ;) - I write what I want to write. Because this is my space
Rabu, 30 November 2011
Selasa, 29 November 2011
Hidup Benar Menurut 10 Butir Filsafat Jawa
1.
Urip Iku Urup (Hidup itu nyala)
Hidup kita itu hendaknya memberi manfaat
bagi segenap orang lain yang berada di sekitar kita. Semakin besar kita bisa
memberikan manfaat dan berguna bagi khalayak ramai, kualitas hidup kita pun
juga akan menjadi lebih baik.
2.
Memayu Hayuning Bawana, Ambrasta dur Hangkara
(Manusia hidup di dunia harus mengusahakan keselamatan, kebahagiaan dan
Kesejahteraan, serta memberantas sifat angkara murka, serakah dan tamak)
Tugas kita selagi hidup di dunia ini adalah
mengusahakan bonum commune yang dalam
bahasa politik sering diterjemahkan sebagai kebaikan atau kesejahteraan bersama
untuk segenap masyarakat. Kita meminimalisir segala bentuk kejahatan dan wujud
keserakahan.
3.
Sura Diya Jaya Jayaningrat, Lebur Dening
Pangastuti (Segala sifat keras hati,
picik, angkara murka, hanya bisa dikalahkan dengan sikap bijak, lembut hati dan
sabar)
Cinta tanpa pamrih akan mengalahkan segala
bentuk kekerasan hati. Dalam bahasa Latin ada ungkapan Caritas Christi urget nos yang kurang lebih bisa diartikan “kasih
Tuhan mendorong kita untuk berbuat banyak bagi sesama”. Bisa juga kita artikan
“kasih mengalahkan segala angkara murka”
4.
Ngluruk Tanpa Bala; Menang Tanpa Ngasorake; Sekti
Tanpa Aji-aji; Sugih Tanpa Bandha (Berjuang tanpa perlu membawa massa; Menang
tanpa harus merendahkan atau mempermalukan orang lain; Berwibawa tanpa harus
mengandalkan kekuasaan, kekuatan, kekayaan atau keturunan; Kaya tanpa didasari
kebendaan)
Apalah artinya hidup ini bila kita dimusuhi
orang lain karena ulah kita sendiri? Rasa-rasanya tiada guna kita memuja diri
dengan segala atribut duniawi berbentuk kekuasaan, kekayaan, penampilan fisik,
kalau nyatanya kita tidak punya kawan. Pun pula tidak perlu juga kita membuat
orang lain malu atau sakit hati hanya karena kita ingin “balas dendam”. Jauh
lebih bermartabat, kalau kita berani mengampuni orang lain dan memberikan maaf,
sekalipun yang bersangkutan barangkali tidak mau mengaku salah dan tidak mau
berdamai dengan kita. Kebesaran jiwa seseorang justru terbaca ketika berani
mengaku salah dan minta maaf; pun pula rela mengampuni mereka yang bersalah
kepada kita.
5.
Datan Serik Lamun Ketaman, Datan Susah Lamun
Kelangan (Jangan gampang sakit hati manakala musibah menimpa diri; Jangan sedih
manakala kehilangan sesuatu)
Memiliki benda itu perlu namun tidak perlu
menumpuk. Benda atau harta harus diperlakukan sebagai “sarana” dan bukan “tujuan”
hidup. Tujuan hidup kita tak lain adalah memuji kebesaran Tuhan, melayani
sesama dan berbakti kepada Sang Pencipta melalui karya-karya kasih kepada
sesama.
6.
Aja Gumunan; Aja Getunan; Aja Kagetan; Aja Aleman
(Jangan mudah terheran-heran; Jangan
mudah menyesal; jangan mudah terkejut; jangan mudah kolokan ataumanja)
Banyak ornag mengalami “gegar budaya”
(culture shock) manakala menjadi kaya secara tiba-tiba. Di Indonesia, banyak orang
OKB (Orang Kaya Baru) mendadak berubah tingkah lakunya. Selain suka berbelanja
di pusat-pusat bisnis, caranya berdandan dan berbicara dengan orang lain pun
jadi berubah.
7.
Aja Ketungkul Marang Kalungguhan, Kadonyan lan
Kemareman (Janganlah terobsesi atau terkungkung oleh keinginan untuk memperoleh
kedudukan, kebendaan dan kepuasan duniawi)
Harta, kekuasaan, dan kenikmatan adalah
tiga hal yang sering kali membawa manusia pada jurang dosa alias gampang digoda
melakukan pelanggaran norma-norma sosial-hukum-susila-agama-moral.
8.
Aja Kuminter mundak Keblinger; Aja Cidra Mundak
Cilaka (Jangan merasa paling pandai agar tidak salah arah; Jangan suka berbuat
curang agar tidak celaka)
Pintar dan cerdas sangat membuka peluang
bagi kita menjadi sombong dan arogan. Kalau kita merasa pintarsendiri, kita
memandang orang lain dengan sebelah mata. Kita meletakkan diri kita terlalu
tinggi dan memandang orang lain terlalu rendah. Orang yang hanya peduli dengan
dirinya sendiri akan mudah sekali “jatuh” dalam dosa yang disebut main curang.
9.
Aja Milik Barang Kang Melok; Aja Mangro mundak
Kendo (Jangan tergiur oleh hal-hal yang tampak mewah, canti, indah; Jangan
berfikir mendua agar tidak kendor niat dan kendor semangat)
Hidup sederhana itu indah. Hidup menurut
ukuran dan takaran kita sendiri adalah bijaksana daripada harus hidup penuh
kepalsuan layaknya bunyi pepatah lama “Besar pasak daripada tiang”. Sekarang
ini, banyak orang lupa diri lantaran kena hipnotis akan hidup enak, mewah dan
serba cepat.
10.
Aja Adigang, Adigung, Adiguna (Jangan sok kuasa,
sok besar, sok sakti)
Sombong adalah akar segala dosa. Merasa
diri paling hebat biasanya menjadi awal untuk melakukan segala bentuk
penghinaan kepada orang lain. Sombong dan arogansi akan bertambah hebat, kalau
ditopang oleh kekayaan. Menjadi lebih “mengerikan” lagi kalau ditambahi dengan
semangat mencari kekuasaan alias ambisius.
-Dikutip dari “Olah Hati dan Budi” Teks misa
gereja St. Antonius Kotabaru Yogyakarta-
Minggu, 27 November 2011
Membuat Keputusan
Akhir-akhir ini aku sering dihadapkan pada sesuatu yang disebut pilihan. Pilihan itu datang keroyokan dan mereka datangnya tiba-tiba. Di saat yang bersamaan pula. Dan akhirnya membuat aku jadi dilema. Kalo udah dilema, bingung jadinya. Takut salah pilih, membuatku jadi makin bingung. Apalagi waktu yang diberikan untuk memilih sangatlah singkat. "gyaaaa....iki piye???" itu yang sering aku teriakkan akhir2 ini. Aku jadi inget dg 'kitab'ku saat galau melanda. Bukunya Ajahn Brahm. Aku baca lagi buku itu, dan ada satu cerita Ajahn Brahm yang cocok dengan apa yang aku alami akhir-akhir ini. Ini satu paragraf yang bisa membantuku mengurangi kebimbangan yang menjadi-jadi.
Saat kita tiba di persimpangan jalan dan tak yakin arah mana yang harus diambil, kita sebaiknya menepi, rehat sejenak, dan menanti sebuah bus. Segera, biasanya pada saat kita tak berharap, sebuah bus tiba. Di bagian depan bus umum ada tulisan yang menandakan tujuan dari bus itu. Jika tujuan anda sama, naiklah ke bus itu. Jika tidak, tunggulah, akan selalu ada bus lain yang datang.
-Ajahn Brahm-
Solusinya simpel yaa... Yang harus aku lakukan saat ini hanyalah menunggu bus-ku tiba. Memang, sudah ada beberapa bus yang lewat dan aku lewatkan. Aku lewatkan karena tujuan bus itu tidak sampai di tempat tujuanku, ada yang aku lewatkan karena aku tidak berharap bus itu akan lewat, dan ada juga bus yang ingin aku tumpangi tapi tidak mau berhenti untuk mengangkutku :D. Tapi aku tidak perlu khawatir, karena pasti di belakang masih ada bus-bus lain yang akan lewat. Bagaimana denganmu? Apakah kamu sudah menemukan bus-mu? :)
Langganan:
Postingan (Atom)