Rabu, 30 November 2011

Tiba-tiba Tiba

Secara tak terduga, bus itu tiba.
Beberapa saat yang lalu, aku melihatnya masih berada jauh di ujung jalan tempat dimana aku menunggu.
Saat aku berkedip, bus itu sudah ada di depan mataku, dan pintunya sudah terbuka untukku.
Aku terkejut.
Ini bus yang aku tunggu.
Tapi kenapa tiba secepat ini?
Aku belum sempat mengangkat tas yang akan kubawa.
Bahkan yang menemaniku menunggu pun belum sempat berkata-kata.

Kondektur sudah menungguku untuk segera masuk ke dalam bus.
Sang sopir juga sudah membunyikan klaksonnya.
Mau tak mau aku harus segera mengambil langkah.
Semoga aku tidak salah langkah.

Selasa, 29 November 2011

Hidup Benar Menurut 10 Butir Filsafat Jawa

1.       Urip Iku Urup (Hidup itu nyala)
Hidup kita itu hendaknya memberi manfaat bagi segenap orang lain yang berada di sekitar kita. Semakin besar kita bisa memberikan manfaat dan berguna bagi khalayak ramai, kualitas hidup kita pun juga akan menjadi lebih baik.
2.       Memayu Hayuning Bawana, Ambrasta dur Hangkara (Manusia hidup di dunia harus mengusahakan keselamatan, kebahagiaan dan Kesejahteraan, serta memberantas sifat angkara murka, serakah dan tamak)
Tugas kita selagi hidup di dunia ini adalah mengusahakan bonum commune yang dalam bahasa politik sering diterjemahkan sebagai kebaikan atau kesejahteraan bersama untuk segenap masyarakat. Kita meminimalisir segala bentuk kejahatan dan wujud keserakahan.
3.       Sura Diya Jaya Jayaningrat, Lebur Dening Pangastuti  (Segala sifat keras hati, picik, angkara murka, hanya bisa dikalahkan dengan sikap bijak, lembut hati dan sabar)
Cinta tanpa pamrih akan mengalahkan segala bentuk kekerasan hati. Dalam bahasa Latin ada ungkapan Caritas Christi urget nos yang kurang lebih bisa diartikan “kasih Tuhan mendorong kita untuk berbuat banyak bagi sesama”. Bisa juga kita artikan “kasih mengalahkan segala angkara murka”
4.       Ngluruk Tanpa Bala; Menang Tanpa Ngasorake; Sekti Tanpa Aji-aji; Sugih Tanpa Bandha (Berjuang tanpa perlu membawa massa; Menang tanpa harus merendahkan atau mempermalukan orang lain; Berwibawa tanpa harus mengandalkan kekuasaan, kekuatan, kekayaan atau keturunan; Kaya tanpa didasari kebendaan)
Apalah artinya hidup ini bila kita dimusuhi orang lain karena ulah kita sendiri? Rasa-rasanya tiada guna kita memuja diri dengan segala atribut duniawi berbentuk kekuasaan, kekayaan, penampilan fisik, kalau nyatanya kita tidak punya kawan. Pun pula tidak perlu juga kita membuat orang lain malu atau sakit hati hanya karena kita ingin “balas dendam”. Jauh lebih bermartabat, kalau kita berani mengampuni orang lain dan memberikan maaf, sekalipun yang bersangkutan barangkali tidak mau mengaku salah dan tidak mau berdamai dengan kita. Kebesaran jiwa seseorang justru terbaca ketika berani mengaku salah dan minta maaf; pun pula rela mengampuni mereka yang bersalah kepada kita.
5.       Datan Serik Lamun Ketaman, Datan Susah Lamun Kelangan (Jangan gampang sakit hati manakala musibah menimpa diri; Jangan sedih manakala kehilangan sesuatu)
Memiliki benda itu perlu namun tidak perlu menumpuk. Benda atau harta harus diperlakukan sebagai “sarana” dan bukan “tujuan” hidup. Tujuan hidup kita tak lain adalah memuji kebesaran Tuhan, melayani sesama dan berbakti kepada Sang Pencipta melalui karya-karya kasih kepada sesama.
6.       Aja Gumunan; Aja Getunan; Aja Kagetan; Aja Aleman  (Jangan mudah terheran-heran; Jangan mudah menyesal; jangan mudah terkejut; jangan mudah kolokan ataumanja)
Banyak ornag mengalami “gegar budaya” (culture shock) manakala menjadi kaya secara tiba-tiba. Di Indonesia, banyak orang OKB (Orang Kaya Baru) mendadak berubah tingkah lakunya. Selain suka berbelanja di pusat-pusat bisnis, caranya berdandan dan berbicara dengan orang lain pun jadi berubah.
7.       Aja Ketungkul Marang Kalungguhan, Kadonyan lan Kemareman (Janganlah terobsesi atau terkungkung oleh keinginan untuk memperoleh kedudukan, kebendaan dan kepuasan duniawi)
Harta, kekuasaan, dan kenikmatan adalah tiga hal yang sering kali membawa manusia pada jurang dosa alias gampang digoda melakukan pelanggaran norma-norma sosial-hukum-susila-agama-moral.
8.       Aja Kuminter mundak Keblinger; Aja Cidra Mundak Cilaka (Jangan merasa paling pandai agar tidak salah arah; Jangan suka berbuat curang agar tidak celaka)
Pintar dan cerdas sangat membuka peluang bagi kita menjadi sombong dan arogan. Kalau kita merasa pintarsendiri, kita memandang orang lain dengan sebelah mata. Kita meletakkan diri kita terlalu tinggi dan memandang orang lain terlalu rendah. Orang yang hanya peduli dengan dirinya sendiri akan mudah sekali “jatuh” dalam dosa yang disebut main curang.
9.       Aja Milik Barang Kang Melok; Aja Mangro mundak Kendo (Jangan tergiur oleh hal-hal yang tampak mewah, canti, indah; Jangan berfikir mendua agar tidak kendor niat dan kendor semangat)
Hidup sederhana itu indah. Hidup menurut ukuran dan takaran kita sendiri adalah bijaksana daripada harus hidup penuh kepalsuan layaknya bunyi pepatah lama “Besar pasak daripada tiang”. Sekarang ini, banyak orang lupa diri lantaran kena hipnotis akan hidup enak, mewah dan serba cepat.
10.   Aja Adigang, Adigung, Adiguna (Jangan sok kuasa, sok besar, sok sakti)
Sombong adalah akar segala dosa. Merasa diri paling hebat biasanya menjadi awal untuk melakukan segala bentuk penghinaan kepada orang lain. Sombong dan arogansi akan bertambah hebat, kalau ditopang oleh kekayaan. Menjadi lebih “mengerikan” lagi kalau ditambahi dengan semangat mencari kekuasaan alias ambisius.

-Dikutip dari “Olah Hati dan Budi” Teks misa gereja St. Antonius Kotabaru Yogyakarta-

Minggu, 27 November 2011

Membuat Keputusan

Akhir-akhir ini aku sering dihadapkan pada sesuatu yang disebut pilihan. Pilihan itu datang keroyokan dan mereka datangnya tiba-tiba. Di saat yang bersamaan pula. Dan akhirnya membuat  aku jadi dilema. Kalo udah dilema, bingung jadinya. Takut salah pilih, membuatku jadi makin bingung. Apalagi waktu yang diberikan untuk memilih sangatlah singkat. "gyaaaa....iki piye???" itu yang sering aku teriakkan akhir2 ini. Aku jadi inget dg 'kitab'ku saat galau melanda. Bukunya Ajahn Brahm. Aku baca lagi buku itu, dan ada satu cerita Ajahn Brahm yang cocok dengan apa yang aku alami akhir-akhir ini. Ini satu paragraf yang bisa membantuku mengurangi kebimbangan yang menjadi-jadi.
Saat kita tiba di persimpangan jalan dan tak yakin arah mana yang harus diambil, kita sebaiknya menepi, rehat sejenak, dan menanti sebuah bus. Segera, biasanya pada saat kita tak berharap, sebuah bus tiba. Di bagian depan bus umum ada tulisan yang menandakan tujuan dari bus itu. Jika tujuan anda sama, naiklah ke bus itu. Jika tidak, tunggulah, akan selalu ada bus lain yang datang.
-Ajahn Brahm-
Solusinya simpel yaa... Yang harus aku lakukan saat ini hanyalah menunggu bus-ku tiba. Memang, sudah ada beberapa bus yang lewat dan aku lewatkan. Aku lewatkan karena tujuan bus itu tidak sampai di tempat tujuanku, ada yang aku lewatkan karena aku tidak berharap bus itu akan lewat, dan ada juga bus yang ingin aku tumpangi tapi tidak mau berhenti untuk mengangkutku :D. Tapi aku tidak perlu khawatir, karena pasti di belakang masih ada bus-bus lain yang akan lewat. Bagaimana denganmu? Apakah kamu sudah menemukan bus-mu? :)