Jumat, 14 Agustus 2015

Karma - Tabur Tuai

Karma itu nyata. Aku percaya itu. Dalam kitab suci pun telah disebutkan bahwa kita akan menuai apa yang telah kita tabur.

Apa yang kita alami atau apa yang kita peroleh saat ini adalah hasil dari apa yang telah kita lakukan atau perbuat di masa lalu. Jika kita mengalami hal buruk, dulu pasti kita pernah melakukan hal buruk. Begitu juga jika kita mendapat hal baik, maka itu adalah buah dari hal baik yang pernah kita lakukan sebelumnya.

Apa yang kita alami saat ini sekaligus menjadi penentu apa yang akan kita peroleh kelak. Saat ini, bisa jadi kita sedang menuai, sekaligus menabur. Apa yang kita lakukan akan kita rasakan  sendiri di kemudian hari.

Aku sangat meyakini hukum alam ini. Hal-hal baik yang terjadi padaku, semuanya kusyukuri. Begitupun hal buruk yang kualami, yang juga merupakan "buah" yang sedang kupetik saat ini.

Penerimaan atas hal buruk yang terjadi padaku, membuatku lebih ringan dalam menjalani hidupku. Itu konsekuensi yang harus aku terima. Jika aku mengeluh, pasti beban yang ada padaku akan terasa jauh lebih berat.

Pada hal baik yang terjadi padaku, hanya satu yang bisa kulakukan, yaitu bersyukur.

Aku sangat yakin bahwa dunia ini adil. Lebih tepatnya, Tuhan itu maha adil. Apapun yang terjadi pada kita merupakan konsekuensi dari tindakan dan keputusan kita di masa lalu. Baik atau buruk, kita harus menerima.

Aku selalu siap menuai apa yang telah kutabur. Aku menyadari segala konsekuensi dari segala keputusan dan tindakanku. Dan aku tidak akan menyesali apapun yang terjadi padaku. Aku selalu mencoba bersyukur atas segala hal yang kudapat, baik atau buruk.

Tentang penyesalan, aku mencoba untuk tak pernah menyesali apapun yang terjadi padaku. Menyesal tidak akan mengubah keadaan. Tapi jika berbicara tentang penyesalan, penyesalan terbesar yang mungkin dialami oleh manusia adalah menyesal karena tidak melakukan sesuatu yang diyakini.

Tentang keyakinan, aku tidak mudah percaya kata-kata orang lain. Aku lebih percaya dengan kata hatiku sendiri. Tak jarang, aku membuat keputusan atas keyakinanku sendiri. Apapun yang dikatakan orang lain, aku lebih percaya pada apa yang kuyakini. Hal yang paling kuhindari di dunia ini adalah membuat keputusan karena percaya dengan kata-kata orang lain, dan mengesampingkan kata hatiku sendiri. Aku menghindari penyesalan yang mungkin akan ditimbulkan. Aku tidak ingin kelak menyalahkan orang lain atas keputusan yang sudah kuambil. Jika aku memutuskan suatu hal karena keyakinanku, maka apapun yang akan kuperoleh suatu saat nanti, adalah bagian dari konsekuensi yang harus kuterima.

Itulah hidup, menuai apa yang telah kita tabur. Setidaknya, itulah inti dari hidup yang selama ini kuyakini.

Kamis, 13 Agustus 2015

Lupa dan Melupakan

Setiap orang pasti pernah lupa akan suatu hal. Entah itu hal kecil atau besar, sering atau jarang, disengaja atau tidak sengaja. Lupa adalah suatu hal yang kadang menjengkelkan, baik bagi orang yang lupa maupun bagi orang lain yang terkena imbasnya. Aku adalah salah satu dari milyaran manusia di bumi ini, yang termasuk dalam kategori pelupa. Biasanya aku gampang lupa akan hal-hal kecil. Kadang suka sewot atau jengkel sendiri kalo udah kelupaan sesuatu. Salah satu cara untuk menghilangkan kejengkelan itu, biasanya aku meyakinkan diri sendiri "ah, nanti juga inget sendiri" :D

Memang, mudah lupa adalah hal jelek dan sering bikin jengkel. Tapi bagiku, mudah lupa bisa menjadi anugerah. Misalnya saja, mudah melupakan hal-hal buruk. Aku bersyukur aku termasuk jadi orang yang mudah melupakan hal buruk. Saat aku mendapat ucapan atau perlakuan yang tidak menyenangkan dari orang lain, memang, aku merasa sakit. Seperti belakangan ini, aku merasa sakit dengan beberapa ucapan dari orang yang kuharapkan tidak berkata2 seperti itu. Aku bisa dengan mudah melupakan kata-kata itu. Dan juga sudah melupakan rasa sakit yang ditimbulkannya. Tiap hari, setiap kali aku bangun tidur, aku selalu bersyukur karena bisa lupa akan hal-hal buruk yang kualami.

Aku selalu belajar untuk hidup di saat ini (present). Melupakan yang sudah berlalu (past), adalah salah satu cara agar kita bisa fokus pada hidup kita saat ini (present). Tenaga dan pikiran kita tidak akan habis sia-sia untuk memikirkan hal-hal yang sudah berlalu. Boleh lah, mengingat yang sudah berlalu, tapi hanya sebatas mengenang saja. Yang bagus-bagus tetap dalam ingatan, yang jelek-jelek dilupakan saja. Maka, aku bersyukur ketika aku bisa mudah lupa akan hal-hal buruk di masa lalu.

Melupakan hal-hal buruk menjadi hal yang penting saat kita memberi maaf. Bagiku, memaafkan tidak akan ada artinya jika tidak melupakan hal buruk itu. Memaafkan itu sepaket dengan melupakan. Kalau kita bilang, kita sudah memaafkan, tapi di lain hari kita mengungkit-ungkit lagi hal itu, berarti kita belum memaafkan. Samaajaboong kan kalo katanya udah memaafkan, tapi di lain waktu kita marah lagi karena belum lupa akan hal buruk yang diperbuat orang lain? Trus orang itu suruh minta maaf lagi gitu? Gitu aja terus sampe capek ati sendiri. Sekali lagi, lupa adalah anugerah.

Buatku, hidup itu terlalu singkat jika dihabiskan untuk mengungkit-ungkit hal buruk yang telah terjadi. Yang lalu biarkan berlalu. Jika kita terjebak dalam ingatan masa lalu, hidup kita tidak akan pernah maju. Kita akan terjebak dalam ingatan buruk yang menghambat kita untuk menjadi lebih baik. Tuhan membuat orang bisa lupa, pasti bukan tanpa alasan. Seperti hal-nya hal-hal negatif yang ada di dunia ini, semuanya ada untuk menyeimbangkan hidup.
Ada hal yang perlu untuk diingat, dan ntuk menyeimbangkannya, ada pula hal yang harus dilupakan. Hidup adalah seni untuk menyeimbangkan. Bukankah untuk dapat berjalan kita perlu keseimbangan?

Pilihan ada di tangan kita, apakah kita akan terjebak dalam ingatan masa lalu yang berlebihan, atau belajar melupakan sebagian darinya agar bisa seimbang, dan kita bisa kembali berjalan, menikmati kehidupan saat ini (present), sambil mempersiapkan diri untuk masa depan (future).
Maka, bersyukurlah jika kita mudah lupa. :)

Life is about balance

Jumat, 07 Agustus 2015

Bersih atau Kotor

Ceritanya, sore tadi aku membersihkan dompet putihku, yang beberapa hari lalu terkena cream neorheumacyl cream, yang membuat dompet dan isi tasku berbau seperti tukang pijet urut. Dengan harapan bau itu bisa hilang, aku mengelap dompet bututku itu dengan tissue basah. Namun whooop, hanya dengan sekali usapan, tissue basah menjadi kotor dekil banget :D. Lalu aku mengingat-ingat kapan terakhir kali aku membersihkannya. Sejauh ingatanku, terakhir kali adalah ketika aku masih bekerja di Jakarta. Dan yak, itu berarti udah lebih dari setahun. :D

Sebagai penyuka putih, wajar jika aku memiliki beberapa benda berwarna putih. Tapi beberapa orang menganggap hal itu tidak wajar. Saat aku membeli benda berwarna putih, pasti orang yang menemaniku membeli akan berkomentar "kok putih sih? kan gampang kotor..." yaaa, kalo akunya udah suka begimana donk?

Kalau aku sudah menyukai sesuatu, aku akan menyukainya tanpa alasan. Jika orang berkata "gampang kotor", bagiku itu bukanlah masalah. Apakah jika benda itu berwarna hitam, artinya tidak gampang kotor? Kotor mah kotor kotor aja. Cuma, memang warna hitam kalau kotor tidak akan terlihat kotor. Tapi bukan berarti hitam itu bersih kan?

Buatku, sederhana aja. Biar kotor, biar terlihat kotor, itu bukanlah masalah. Toh yang terlihat bersih juga belum tentu benar-benar bersih... :)

Happy weekend everyone...