Senin, 29 Maret 2010

melihat "4L4Y" dari sisi lain

Kemaren aku baca sebuah koran lama yang membahas tentang alay, atau lebay, yang merupakan perkembangan kata 'lebih'. Katanya sih sebenarnya alay ditujukan untuk orang yang bertingkah norak, berlebihan, kampungan gitu. Tapi lama-lama alay diidentikkan dengan orang-orang yang suka menulis dengan bahasa yang menyimpang dari kaidah yang seharusnya. misalnya kata aku jadi Q,aquh,aqoh, akyuh, dll. Kalo bahasa inggris, misalnya Love jadi luph,luv,lupzz.,dll. Trus, kalo nulis kata-kata suka mencampuradukkan antara huruf dan angka. Misalnya kata kemana jadi k3m4n4. Dan lain-lainnya, yang biasanya sering kita lihat mungkin di akun facebook kita, atau bahkan dari sms yang kita dapat dari orang-orang yang menyukai kata-kata dalam bahasa dan ejaan alay.
Banyak orang yang merasa risih dan terganggu dengan adanya bahasa-bahasa itu. Selain susah untuk dibaca, tulisan dengan ejaan yang kurang benar itu juga sulit untuk dimengerti maksudnya. Karena itu, banya orang yang membenci orang-orang alay. Termasuk aku, yang juga merasa terganggu jika menemui tulisan-tulisan seperti itu.
Di koran yang aku baca kemarin, dituliskan bahwa orang-orang yang menulis dengan bahasa dan ejaan seperti itu pada dasarnya hanya ingin menunjukkan kreatifitas mereka. Mereka hanya ingin menuliskan sesuatu dengan bervariasi, agar tidak monoton. Selain itu tulisan-tulisan seperti itu juga merupakan suatu identitas suatu komunitas.*mungkin yang dimaksud adalah komunitas alay*. Bahkan katanya dengan adanya tulisan seperti itu katanya bisa digunakan untuk mengasah otak. Jika ada orang yang mampu menulis bahasa dan ejaan alay dengan cepat, maka otaknya juga makin terasah. *asal tidak membuat lupa dengan ejaan yang sebenarnya aja...*

Yah, kalau memang benar itu merupakan suatu wujud kreatifitas, oke lah.. Tapi, alangkah baiknya jika mereka ingin berkreasi dengan bahasa-bahasa seperti itu, mereka memakainya di tempat yang sesuai. Jika memang itu suatu identitas sebuah komunitas, ya gunakan di dalam komunitas itu saja. Jadi yang membaca tulisan-tulisan itu juga hanya sebatas anggota komunitas yang mengerti maksud kata-katanya. Kan jadi sama-sama enak. Sesama penyuka bahasa alay dapat berkreasi sesukanya, dan yang nggak suka dan nggak ngerti dengan tulisan-tulisan itu, nggak akan terganggu.

Sekarang ini banyak orang-orang 'alay' yang dipandang sebelah mata. Tidak disukai dan dihujat,mungkin. Sebenarnya hal itu bisa dihindari jika para penguna bahasa alay, menggunakan bahasa-nya di tempat dan pada orang yang sesuai. Nggak mungkin kan, kalo bahasa itu ditujukan pada semua orang, meskipun pada keadaan informal. Karena hanya mereka yang tahu dan yang suka lah yang bisa mengerti bahasa itu.

Rabu, 24 Maret 2010

ngomong soal perbedaan...

Rada nyambungin sama tulisan tentang sendok & garpu nih..hehe..

Banyak artis bercerai dengan alas an sudah tidak ada kecocokan lagi. Lalu kemana perginya kecocokan yang dulu pernah mempersatukan mereka?
Banyak orang mencari pacar/pasangan hidup yang sama dengan dirinya. Sama profesi/hobi/agama, dll. Saat mereka menemukan orang yg sama dengan diri mereka itu, mereka sangat bahagia. Berkata bahwa “dia jodohku” atau “dia yang terbaik, untuk selamanya”, dan kata-kata yg lain. Seiring waktu berjalan, pasangan baru itu lebih saling mengenal, dan sifat-sifat asli masing-masing mulai kelihatan. Dan sedikit demi sedikit perbedaan pun muncul, dibalik sejumlah kesamaan yang menyatukan mereka. Masalah pun muncul seiring munculnya perbedaan. Ego mulai bermain diantara mereka. Saat ego menang, perpisahan akan menjadi ujung-nya. Begitulah kira-kira siklus percintaan manusia..
Yang bikin heran, terus gimana dengan kesamaan yang dulu pernah menyatukan? Apakah hanya karena perbedaan, semuanya jadi terlupakan? Hanya karena ego, manusia rela meninggalkan seseorang yg pernah berarti di hidupnya?
“Jangan pernah berharap mendapatkan seseorang yang sesuai dengan criteria kita, karena Tuhan menciptakan manusia berbeda dang a sempurna. Justru dengan perbedaan dan ketidaksempurnaan itu kita bias saling mengisi dan melengkapi” (ini kata-katanya Indra…)

Sendok & Garpu

Perbedaan selalu menjadi alas an orang untuk berpisah, dan menjadi tidak bersatu. Tidak cocok, tidak seimbang, atau kata-kata apapun yang mewakili perbedaan.
Karena perbedaan, banyak terjadi perpecahan. Tapi tidak semua perbedaan bisa begitu. Karena jika dilihat dari sisi lain, perbedaan justru bias menjadi pemersatu, dengan saling melengkapi.
Lihat aja sendok sama garpu. Dari nama saja, mereka berbeda. Bentuk berbeda. Fungsinya juga berbeda. Tapi mereka menjadi pasangan yg sejati. Mereka bias bekerjasama dalam perbedaan mereka. Dengan perbedaan itu, mereka jadi sangat berguna/membantu manusia.
Manusia bias membuat benda-benda itu. Tapi kenapa tidak bias seperti alat ciptaannya sendiri itu?
Hanya karena sedikit perbedaan, manusia tidak dapat bersatu. Di berbagai tempat, hanya karena perbedaan suku, agama, ras, bias membuat suatu perselisihan. Di sekitar kita, seringkali perbedaan dapat menimbulkan perpecahan. Perbedaan selalu saja dipermasalahkan, meskipun semua orang juga sudah tahu bahwa di dunia ini tidak ada hal yang benar-benar sama.
Di dunia ini nggak ada yg sama persis dengan keinginan kita. Ga ada dua benda hidup yang seperti dublikasi. Jika benar ada, maka hidup akan menjadi hambar. Semua sama, dan tidak berwarna. Dengan perbedaan, didup menjadi penuh warna. Jika yang beda dapat saling melengkapi satu sama lain, Saling membantu, saling toleransi, saling mengerti. Sehingga menjadi “seperti sendok dan garpu yang berbeda, namun dapat bekerja sama saling mebantu dan melengkapi, dan menjadi lebih berguna”

pengalaman baru

Minggu ini, pertama kalinya aku mengunjungi sebuah panti werdha/panti jompo, tempat dimana nenek-nenek yang sudah tidak punya keluarga, atau yang keluarganya terlalu sibuk, sehingga tidak ada waktu untuk merawat neneknya, yg disana nenek-nenek itu dirawat oleh perawat/pengasuh. Sehari-hari, penghuni panti itu berkegiatan di lingkungan panti. Yang masih kuat beraktivitas, mereka berkebun. Yang sudah tidak bias beraktivitas, hanya duduk-duduk saja, nonton TV, atau mendengar radio. Sehari-hari mereka hanya bertemu dengan sesama penghuni panti, yang semuanya adalah nenek-nenek, kecuali perawatnya. Terkadang ya ada yg berkunjung. Tidak ada anak, cucu, atau saudara. Nggak kebayang deh, gimana rasanya nenek-nenek itu kesepian, hidup tanpa anak cucu-nya. Di hari tua mereka menjalani hidup tanpa bias melihat perkembangan cucu-cucu-nya.
Waktu aku dan kawan-kawan dating berkunjung ke sana, mereka terlihat sangat senang. Mereka cukup terhibur, terbukti dengan mereka ikut menyanyi dan menari bersama kami, dan tertawa-tawa. Dan waktu kami berpamitan akan pulang, mereka terlihat sedih. Baahkan ada yang berkaca-kaca. Ada yg bilang “yaah, sepi lagi deh..” “besok maen ke sini lagi ya…” dan banyak ekspresi yang menunjukkan bahwa mereka masih menginginkan kami tetap tinggal disana. Hanya berada di sana 3jam saja bias membuat mereka senang. Kami yg bukan anak/cucu kandungnya/keluarganya. Mungkin kalo keluarga mereka yg berkunjung, mereka akan lebih senang..
Menghibur mereka menyenangkan. Niat datang ke sana kan untuk menghibur. Tapi ternyata kami semua yg dating kesana malah justru juga terhibur oleh mereka. Juga terharu karena keceriaan mereka meski saat ini mereka jauh dari keluarga mereka. Pengennya sih sering-sering menghibur mereka. Tapi saat ini belum bias. Sekarang Cuma bias berdoa buat nenek-nenek di sana, semoga mereka bias menjalani hari tua-nya dengan bahagia…

190310
-nick-

cinta..cinta..cinta.. ;p

Abis baca tulisan di bindernya temen: “Kita akan bahagia jika hidup dengan orang yang mencintai kita, bukan dengan orang yang kita cintai”
Yap, tapi lebih bahagia lagi kalo hidup dengan orang yg kita ciantai dan dia juga mencintai kita.. hehe..
Bener juga sih kata-kata itu. Lebih mudah bagi seseorang untuk menerima cinta daripada memberi cinta. Akan menjadi sangat menyakitkan jika kita udah susah payah, jatuh bangun memberi cinta, tapi tak bersambut. Jika kita dicintai dengan tulus, berbahagialah. Berusaha menerima cinta dari orang yg dengan tulus mencintai kita, nggak susah kok.. Nggak menyakitkan, seperti saat cinta kita diitolak.hehe.. Meskipun orang yang mencintai kita itu tidak sesuai dengan tipe dan criteria pasangan idaman kita.
Tipe dan krriteria berasal dari mata dan pikiran kita. Mata sering tertipu. Pikiran sering dikuasai hawa nafsu. Tapi cinta, dating dari hati. Hati sulit untuk berbohong. Dan hati dapat membedakan mana yang baik dan yang benar.Mana yg akan dipilih? Pilihan yg diciptakan mata dan pikiran, atau pilihan yg diciptakan oleh hati?

Mungkin arti kata diatas “Hiduplah dengan Cinta, maka kamu akan Bahagia”

110310
-nick-
Inspired by:mei

-tentang keberhasilan-

Dosenku bilang: “keberhasilan orangtua dapat diukur dengan tingkat keberhasilan anaknya. Jika anak lebih berhasil dari orangtuanya, maka orangtua tsb dapat dikatakan berhasil, dan sebaliknya” Sang dosen ngasih contoh, kalo ortu-nya bergelar professor, sedangkan anaknya sarjana saja, maka ortu itu bias dikatakan gagal. Waw, penilaian yang aneh. Kalo gitu caranya, mending ga usah sekolah tinggi-tinggi aja ya, biar standar kompetensi keberhasilan kita sebagai orangtua di kemudian hari nggak terlalu tinggi.haha…
Keberhasilan seseorang tidak bias hanya diukur dari tingkat pendidikanya saja. Tidak semua orang yang bergelar macam-macam, *yang mungkin gelarnya lebih panjang daripada nama-nyasendiri* berhasil dalam hidupnya. Untuk mencari pekerjaan saja tidak semua orang berpendidikan tinggi dapat dengan mudah mendapatkannya. Buktinya aja tingkat pengangguran di indonesia kurang lebih sekitar 10% dari jumlah penduduknya....hmmm....
Orang dapat dikatakan berhasil jika dapat mencapai beberapa hal, misalnya; bias menciptakan lapangan pekerjaan, dapat pekerjaan dan kehidupan yang layak, jadi orang terkenal, dihormati banyak orang, punya keluarga bahagia dan lain-lain. Tapi belum tentu orang yang bias mencapai satu atau beberapa hal diatas bias dikatakan berhasil, berhasil dalam kehidupannya sendiri. Keberhasilan yang paling mendasar bagi seseorang, menurutku adalah keberhasilan menata hidupnya. Jika hidupnya teratur, semua hal dalam hidupnya dapat berjalan teratur dan seimbang, baru-lah orang tersebut dapat dikatakan berhasil.
Tidak peduli apa latar belakang pendidikannya, apa pekerjaannya, atau seberapa besar gajinya. Mampu menciptakan keteraturan dan keseimbangan hubungan dengan lingkungan, sesame, dan Tuhan, juga dapat menjalani hidup dengan penuh syukur, mampu mensyukuri setiap kekurangan dan kelebihannya, barulah orang tersebut bias dikatakan sangat-sangat-sangat berhasil. Memang sulit untuk mencapainya. Tapi asal ada usaha untuk mencapainya, diawali dengan selalu bersyukur, pasti bias berhasil. Setidaknya mendekati..
Tidak perlu harus sekolah tinggi-tinggi, punya gelar bermacam-macam, asal dapat menyeimbangkan hidupnya, manusia sudah dapat dikatakan berhasil. Dan Orang tua-nya juga berhasil tuh..
Tapi kalo ditambah dengan keberhasilan dalam studi, ortu kita pasti akan bangga, karena anaknya berpendidikan.hehe..
Ehmm… *berangan semoga bias membuat orangtuaku berhasil dan bangga..*

110310
-nick-
Inspired by:dosen humbis