Selasa, 04 Februari 2014

Sehat (saat sakit) itu Mahal

Setelah kehilangan suara dan terkapar di tempat tidur selama berhari-hari, akhirnya suara saya kembali pulih, dan badan saya menjadi lebih segar. Meskipun tenggorokan masih berasa geli-geli gatal, dan sesekali masih ingin batuk. Batuknya tp batuk maksa, untuk mengurangi rasa gatal di tenggorokan. Jadinya batukku seperti dibuat-buat. Tapi beneran, ini tenggorokan rasanya geli, yang ujung-ujungnya bikin gatel. yaah, setidaknya sekarang aku sudah bisa bersuara saat ngomong.

Sakit yang menyerang di tubuhku berawal sejak tanggal 24 Januari lalu. Hari itu aku dijadwalkan untuk pulang ke Jogja dengan naik kereta pada jam 9 malam. Sepulang kerja, aku sempat mandi dulu, lalu mampir cari makan untuk makan malam sebelum berangkat ke stasiun. Biar praktis, aku beli Oriental Bento dan french fries di KFC. Niatnya sih biar bisa sambil dimakan di bus saat mau ke stasiun Pasar Senen. Malam itu aku kurang beruntung, karena setelah sekian lama menunggu, bus yang harusnya kutumpangi tidak lewat juga. Akhirnya aku naik ojek biar nggak becek, ehh, biar nggak telat sampai stasiun. Artinya, aku nggak bisa makan makananku di perjalanan ke stasiun.

Sesaat menjelang sampai stasiun, aku sempat kehujanan. Cuma gerimis sih, tapi cukup membuat bajuku jadi agak basah. Sesampainya di stasiun, aku buru-buru menyantap makan malamku yang sudah sangat terlambat. Yaa, aku telat makan malam itu. Dan sekalinya makan, makananku banyak mengandung minyak.

Di perjalananku menuju Jogja dengan kereta Senja Utama Solo itu, aku mulai merasa badanku tidak nyaman. Aku sulit tidur, meskipun mataku terasa sangat berat. Malam itu aku tidur tidak lebih dari 4jam, dan itupun sudah dihitung akumulasi. Setiap kereta berhenti, aku pasti terbangun, dan lalu sulit tidur lagi. Singkat cerita, aku kurang istirahat. Lalu menjelang sampai Jogja, aku merasa ada sesuatu mengganjal di tenggorokanku, rasanya seperti saat setelah tersedak. Rasanya pengen batuk, tapi ga bisa.

Sesampainya di Jogja, sesuai dengan misi utamaku, aku pergi ke Seminari Tinggi Kenthungan, untuk menghadiri pentahbisan seorang frater yang sudah menjadi sahabat kami di OMK. Hari itu, Sabtu 25 Januari 2014, akan ada misa Tahbisan Diakon salah satu teman kami, Fr.A.Sulardi. Setelah selesai acara itu dan keluar dari Seminari, dalam perjalanan pulang aku merasa badanku mulai "nggregesi". Rasa tak nyaman di tenggorokanku juga makin parah. Kata temanku di OMK, "cen neng ndi2 sing jenengane setan njur mriang nek bar ketemu wong suci. opo meneh bar mlebu markas'e wong suci". Hahahahasyeeem tenan kata-katanya.. (Tapi ada benernya juga sih. Belakangan aku memang seperti 'setan', karena sudah berminggu-minggu ga ke gereja. Ampuuun Tuhan.... *pengakuan*)

Sesampainya di rumah, segala cara kulakukan untuk menyembuhkan badanku. Mulai dari minum obat flu, hingga pijat refleksi yang membuatku berteriak-teriak kesakitan malam itu. Setelah melalui malam minggu yang menyakitkan, aku bangun tidur dengan keadaan demam. Aku tidak bisa beranjak dari tempat tidur. Dan aku mulai terbatuk-batuk tiap saat. Ditambah lagi, muncul sariawan di lidahku, yang makin membuatku tak nyaman saat makan. Setelah aku minum OBH Combi, badanku jadi lebih membaik. Dan setelah istirahat seharian, di Minggu malam aku siap untuk kembali ke Jakarta, meskipun sempat dilarang oleh ibu.

Perjalanan ke Jakarta dengan naik kereta Jogja-Jakarta yang paling nyaman, tak lantas membuatku bisa tidur malam itu. Lagi-lagi aku merasa badan tidak nyaman, dan sulit tidur. Singkat cerita sampai Jakarta, aku kembali merasakan tenggorokanku tidak nyaman. Kali ini tenggorokanku terasa panas, dan batuk makin menjadi-jadi. OBH COmbi kali ini tidak banyak menolong. Akhirnya hari itu pun aku tidak masuk kantor karena merasa badanku tidak kuat.

Siangnya, aku menguatkan diri untuk ke RS Siloam dekat kostQ. Karena aku dicurigai kena radang, aku langsung ke dokter THT. Dengan sedikit mengeluh karena biaya periksa di RS (eks) International itu cukup mahal, aku masuk ke ruang periksa dokter THT. Yang mengejutkanku, sang dokter sama sekali tidak mengatakan kalau aku radang. Dia bilang tenggorokanku sedang sensitif. Aku pun diberi 2 jenis obat yang keduanya hanya diminum 1x sehari. Yang bikin rada kesel adalah saat mengetahui ongkos dokternya lebih mahal drpd biaya obatnya.hadeehhh...

Setelah minum obat,siang itu aku tertidur. Saat bangun, aku mendapati badanku yang kembali demam, dan suaraku menghilang. Aku makin panik kala itu. Aku sempat minta tolong temanku untuk dibelikan parasetamol, untuk jaga-jaga kalau nanti malam panasku makin parah. Malam harinya aku minum obat lagi, dengan harapan aku bisa cepat sembuh. Tapi keesokan harinya, keadaanku justru makin parah. Kepalaku pusing, seperti dunia ini muter-muter. Batuk makin parah, suara makin hilang, dan sariawanku makin melebar. Untuk ngomong, aku perlu berjuang keras menahan sakit. Karena keadaanku yang makin parah, aku diantarkan oleh teman kantorku untuk ke Rumah Sakit lagi. Kali ini aku ke dokter umum.

Aku bertemu dengan dr.Andrian. Dokter yang ramah dan baik hati itu mengatakan bahwa aku terkena radang. Dia membuatkan resep obat yang banyak sekali buatku. Untungnya obat-obat itu diracik, sehingga aku tidak perlu meminum berbutir-butir obat setiap harinya. Selain itu aku juga diberi parasetamol dan antibiotik. Kali ini setelah periksa aku merasa lebih optimis akan segera sembuh. Biaya yang kukeluarkan tidak jauh beda dari kemarinnya. Selisih sedikit, tapi tidak lebih mahal dari biaya periksa ke dokter spesialis. Kali ini mahalnya di obatnya. Gapapalah, yang penting semoga cepet sembuh.

Benar saja, sore harinya setelah minum obat, badanku jadi merasa lebih enak. Meskipun suara hilang, tapi kepala dan badanku menjadi lebih enteng. Besok paginya, aku pun sudah kuat untuk kembali berangkat ke kantor dengan suaraku yang seperti habis nge-rock semalam suntuk :D

Disaat sakit seperti itu, aku merasa bahwa untuk menjadi sehat itu mahal. Selain mengorbankan uang jajan untuk dibagikan dengan dokter, aku juga harus mengorbankan waktuku untuk rajin minum obat. Minum obat adalah hal yang sangat kubenci. Aku harus menyingkirkan kebencianku agar bisa sehat. Aku harus dengan ikhlas dan senang hati rajin minum obat. Dan yang harus kubayar mahal adalah saat aku harus merasakan pahitnya mulut. entah itu pahit karena sakit, atau pahit karena obat. Aku sangat sangat tidak suka saat mulutku terasa pahit. Selain itu, aku juga harus menggunakan waktuku untuk banyak beristirahat. Aku tidak bisa pergi-pergi untuk bermain. Aku juga tidak bisa merasa makan enak. Boro-boro makan enak. Untuk makan saja aku harus menahan sakit. Tapi aku harus melalui itu semua agar aku bisa sehat kembali.

Itulah harga mahal yang harus dibayarkan untuk kembali sehat saat sakit. Padahal kalau kita bisa menjaga kesehatan, sehat itu tidak mahal. Karena kalau sehat, kita tidak perlu biaya ekstra untuk obat, tidak perlu meluangkan waktu untuk minum obat sesuai jadwal, dan tidak perlu menyediakan waktu ekstra untuk tidur. Jadi alangkah baiknya kalau kita selalu berlaku hidup sehat, agar bisa lebih hemat dan tetap sehat. Agar sehat menjadi tidak mahal. :)

Tidak ada komentar: