Sabtu, 01 Oktober 2011

Petunjuk Kedamaian Pikiran untuk si Bodoh

Judul dari tulisan ini adalah salah judul dari kumpulan cerita milik Ajahn Brahm yang lain. Cerita ini ada sedikit kaitannya dengan cerita 'yang sudah selesai, ya sudah selesai'. Cerita ini membuatku lebih mengerti maksud yang ingin Ajahn Brahm sampaikan dalam cerita sebelumnya. selamat membaca... :)
“Petunjuk Kedamaian Pikiran untuk si Bodoh”
Saya menceritakan kisah sebelumnya (Yang sudah selesay, ya sudah selesai) kepada sekelompok besar pendengar, pada suatu jumat petang di Perth. Pada hari Minggu-nya seorang ayah datang dengan marah-marah untuk berbicara kepada saya. Dia mengikuti ceramah tersebut dengan anak remajanya. Masalahnya, ketika hari Sabtu siang si anak ingin pergi bersama teman-temannya, si ayah bertanya kepada anaknya, “Kamu sudah bikin PR belum?” Anaknya menjawab, “Seperti yang diajarkan Ajahn Brahm semalam di wihara, Papa, yang sudah selesai, ya sudah selesai! Daa...daaa...!”
Pada hari minggu berikutnya, saya menceritakan kisah yang lain.
Kebanyakan orang di Australia memiliki taman di rumahnya, tetapi hanya segelintir orang yang tahu bagaimana menemukan kedamaina di taman mereka. Bagi orang lainnya, taman hanyalah tempat bekerja yang lain. Jadi saya menganjurkan mereka yang punya taman untuk memelihara keindahan taman dengan berkebun sejenak, dan memelihara hati mereka dengan sejenak duduk dalam damai di tamannya, menikmati berkah alam.
Orang bodoh pertama akan berpikir, ini gagasan bagus yang mengasyikkan. Jadi, pertama-tama mereka memutuskan ntuk membereskan segala pekerjaan remeh-temeh, sesudah itumereka baru akan melarutkan diri dalam kedamaian di taman. Jadi, hamparan rumput harus dipotong, bunga perlu disirami, dedaunan perlu dipangkas, semak-semak harus dibabat, jalan setapak harus disapu.... Tentu saja itu bsemua menghabiskan seluruh waktu luang mereka, dan pekerjaan yang beres pun baru sebagian kecil. Pekerjaan merekan jadinya tak pernah selesai, dan mereka tak akan pernah memiliki sejenak waktu untuk diam dalam damai. Pernahkah Anda perhatikan bahwa di dalam budaya kita, orang-orang yang “istirahat dalam damai” hanya dapat ditemukan di pekuburan?
Orang bodoh kedua berpikir bahwa mereka lebih pintar dari orang bodoh pertama. Mereka menyingkirkan semua garu dan penyiram, lantas duduk di taman sambil membaca majalah, bisa jadi, yang berisi gambar pemandangan alam nan aduhai. Tetapi, itu berarti menikmati majalah, bukannya menemukan kedamaian di taman.
Orang bodoh ketiga menyingkirkan semua peralatan berkebun, semua majalah, koran dan radio, dan duduk diam dalam damai di tamannya....selama kira-kira 2 detik! Lalu mereka mulai berpikir, “Rumput itu perlu dipotong dan semak-semak di sana harus dibabat segera. Jika saya tidak segera menyiram bunga-bunga itu, mereka akan layu. Dan rasanya tanaman kaca-piring yang indah akan tampak bagus di sudut sana. Ya! Dengan sedikit hiasan tempat mandi burung di depan situ. Saya bisa membelinya di tempat pembibitan....” Itu sih namanya menikmati berpikir dan berencana. Tak ada kedamaian pikiran di situ.
Pekebun yang bijak akan mempertimbangkan, “Saya telah bekerja cukup lama, sekarang waktunya untuk menikmati buah dari pekerjaan saya untuk mendengarkan kedamaian. Jadi biarpun rumput perlu dipotong dan dedaunan harus dipangkas dan bla, bla, bla! TIDAK SEKARANG.” Dengan cara inilah, kita temukan kebijaksanaan untuk menikmati taman, sekalipun tidak sempurna.
Siapa tahu ada seorang biksu tua Jepang bersembunyi di balik salah atu semak siap untuk melompat keluar dan memberitahu kita betapa sempurnanya taman tua kita yang berantakan. Sungguh, jika kita memusatkan perhatian kepada pekerjaan yang telah kita selesaikan, alih-alih memusatkan pada pekerjaan yang masih harus diselesaikan, mungkin kita akan mengerti bahwa yang sudah selesai, ya sudah selesai. Namun, jika kita memusatkan perhatian hanya untuk melihat kesalahan pada sesuatu yang harus diperbaiki, seperti dalam kasus tembok bata di wihara saya, kita tidak akan pernah tahu apa itu kedamaian.
Pekebun yang bijak akan menikmati lima belas menit kedamaian di tengah kesempurnaan dari tidak sempurnanya alam, tidak berpikir, tidak berencana, dan tidak merasa bersalah. Kita semua berhak untuk pegi dan mendapatkan kedamaian; tetapi orang lain pantas kehilangan kedamaian dengan cara mereka sendiri! Lalu setelah memperoleh bagian penting dan vital dari lima belas menit dalam damai, kita bisa meneruskan tugas berkebun kita.
Saat memahami bagaimana menemukan kedamaian di taman, kita akan tahu bagaimana menemukannya kapan saja, di mana saja. Khususnya, kita akan tahu bagaimana menemukan kedamaian di dalam taman hati kita, sekalipun pada saat kita berpikir bahwa adabegitu banyak ketidakberesan, begitu banyak yang harus diselesaikan.
Ajahn Brahm

Tidak ada komentar: